Cari Blog Ini

Minggu, 28 November 2010

China Bangun Reaktor Nuklir 3G, Indonesia Bangun “Reaktor” Kayu Bakar

Pada tanggal 18 April 2009, China memulai konstruksi pembangunan reaktor air bertekanan 3G (pressurized water reactors) dengan menggunakan teknologi AP 1000 yang dikembangkan oleh Westinghouse. Reaktor tersebut berlokasi di Sanmen, Provinsi Zhejiang, China Timur dan merupakan negara pertama di dunia yang menggunakan teknologi canggih ini.
Photo taken on April 18, 2009 shows the foundational construction site of the No.1 unit of the first phase of the Sanmen nuclear plant in Zhejiang Province. The Sanmen nuclear plant, with the world's first nuclear plant using the AP1000 technologies, a type of third generation nuclear power reactor introduced by America's Westinghouse company, started the construction recently. (Xinhua/Tan Jin)
Reaktor Nuklir 3G China
Pembangunan pembangkit listrik negara nuklir (PLTN) Sanmen akan dilakukan dalam 3 tahap, dengan total  6 unit pembangkit reaktor. Proyek tahap 1 akan selesai pada tahun 2013 (unit ke-1) dan 2004 (unit ke-2) dengan daya output masing-masing 1250 MW. Proyek tahap 1 menghabiskan dana 40 triliun yuan (sekitar 60 triliun rupiah).
Kecerdasan Pemerintah China
Seperti pada umumnya investasi industri berteknologi tinggi lainnya di China, pembangunan reaktor nuklir 3G yang pertama di China juga dikerjakan oleh Westinghouse milik Amerika. Westinghouse merupakan perusahaan yang bergerak dalam layanan, teknologi, desain pembangkit dan peralatan yang berhubungan dengan PLTN. Dalam pembangunan Reaktor 3G (third generation) yang super canggih, tentu China saat ini masih belum memiliki kemampuan teknologi tersebut. Tentunya Pemerintah sosialis China kedepan akan secaa berdirikari memba nun reaktor nuklir sendiri, sehingga China berusaha menguasai teknologi tersebut untuk kepentingan nasional dan rakyatnya. Dan hal ini juga berlaku pada pembangunan reaktor nuklir 3G Sanmen. Pemerintah China mensyaratkan Westinghouse untuk melakukan transfer teknologi reaktor nuklir 3G kepada rakyat China.
Keputusan transfer teknologi ke negara target merupakan hal langkah dalam investasi asing ke suatu negara. Namun, kemampuan diplomasi, negosiasi dan bargaining yang “canggih” membuat perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Yamaha, Westinghouse, Nokia, IBM “terkapar” dengan kemauan Pemerintah China mensyaratkan transfer teknologi. Pada awalnya, Amerika enggan memberikan persetujuan Westinghouse untuk merambah proyek reaktor nuklir ke China apalagi proyek tersebut menggunakan teknologi terbaru. Amerika khawatir China mampu menguasai teknologi nuklir yang dimiliki Amerika Serikat yang pada akhirnya akan merugikan Amerika sendiri. Sekali lagi, kemampuan bargaining China mampu menekuk lutut Amerika hingga Westinghouse bersedia transfer teknologi dengan “upeti” investasi proyek miliaran dollar.
Kemampuan China memproduksi produk yang berteknologi tinggi saat ini tidak terlepas dari kebijakan China sejak 1980-an yang mensyaratkan perusahaan asing yang berinvestasi di bidang teknologi tinggi dan vital harus melakukan joint venture dengan perusahaan lokal sekaligus melakukan transfer teknologi. Dari produk mainan anak-anak supermurah dibanding Jepang, hingga handphone serta laptop Lenovo merupakan bukti kesuksesan penerapan kebijakan pemerintah China sejak 2 dekade silam.
Nuklir Bagi Kehidupan China

Bisa dipastikan bahwa dalam 1,5 dekade kedepan, China mampu membuat reaktor nuklir sendiri dengan teknologi yang lebih baik dari saat ini. Inilah agenda besar pemimpin China yang membawa negaranya untuk memimpin dalam penguasaan ekonomi sekaligus ilmu dan teknologi. Transfer teknologi dilakukan bersamaan suntikan puluhan bahkan ratusan miliar yuan bagi perguruan-perguruan tinggi untuk mempelajari sekaligus meningkatkan kualitas dari teknologi yang sedang dan sudah dikuasai perusahaan lokal China. Terlihat sekali bahwa China menjadikan perguruan tinggi sebagai aset yang sangat berharga dan rela mengeluarkan anggaran besar untuk mensubsidi pendidikan tinggi demi kesejahteraan rakyat di masa mendatang.
Hal ini terungkap bahwa China sedang memulai pengembangan nuklir baik secara mandiri maupun bersama (joint venture) dan diharapkan 2020 memiliki PLTN dengan daya 40.000 MW naik 125% dari sekarang yakni sekitar 9000 MW. China “haus” akan energi listrik karena pertumbuhan ekonominya sangat tinggi selama 2 dekade terakhir. Dan cerdiknya lagi, China berusaha menggabungkan teknologi nuklir dari 3 negara yang berbeda yakni Amerika, Rusia Kanada, dan Prancis. Obsesi ini bukan lagi isapan jempol belaka. Saat ini China memiliki 11 reaktor nuklir 2G masing-masing 3 reaktor teknologi mandiri (China), 2 reaktor teknologi Russia, 4 reaktor Prancis, 2 reaktor Kanada. Dan terhitung tanggal 18 April 2009, China akan mendapat transfer teknologi nuklir 3G dari Amerika Serikat.
Energi Nuklir
Energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua cara/mekanisme yakni:
  1. Reaksi Fisi : pembelahan inti atom (e.g : helium menjadi hidrogen)
  2. Reaksi Fusi : penggabungan beberapa inti atom (e.g : hidrogen menjadi helium)
Sebuah pembangkit listrik bertenaga nuklir umumnya menggunakan mekanisme pertama yakni reaksi fisi atau pembelahan inti dari atom bermassa berat (besar dan reaktif) ke atom bermassa lebih ringan/kecil. Sebuah inti berat  atom yang ditumbuk oleh partikel (misalnya neutron) dapat membelah menjadi dua inti yang lebih ringan dan beberapa partikel lain. Mekanisme semacam ini disebut pembelahan inti atau fisi nuklir. Contoh reaksi fisi adalah penembakan elektron atau neutron pada inti atom uranium ataupun plutonium.
Inti atom uranium dapat membelah karena tingkat energi uranium tidak stabil (reaktif) dan menjadi into atom yang lebih ringan (reaktif lebih rendah). Mekanisme ini terus terjadi dalam waktu yang sangat cepat membentuk reaksi berantai tak terkendali. Akibatnya, terjadi pelepasan energi yang besar dalam waktu singkat disertai pemancaran radiasi seperti sinar Gamma.  Mekanisme inilah yang terjadi padabom nuklir. Karena energi yang dihasilkan sangat besar dan cepat, maka terjadi ledakan yang dahsyat.
Jadi, kunci utama dalam reaksi fisi adalah apakah reaksinya terkendali atau tidak. Jika tidak terkendali dan terjadi reaksinya berantai dengan sangat cepat, maka bencanalah hasilnya. Namun, jika reaksi tersebut dapat dikendalikan maka energinya dapat menjadi “sababat”. Hal yang serupa dengan api “kecil adalah kawan, besar adalah lawan”.  Salah satu cara mengendalikan reaksi nuklir adalah membatas jumlah neutron yang ditembak pada inti atom. Dan ketika terjadi pembelahan inti, maka hanya ada satu neutron yang akan menembaknya lagi dan seterusnya. Jadi, pembelahan inti terjadi secara sekuensial yang teratur.
Karena dengan sumber massa yang kecil dapat menghasilkan energi yang besar, maka energi nuklir telah banyak digunakan oleh negara-negara sebagai komplementer sumber energi listrik negaranya. Amerika, Prancis, Jepang, Inggris, Rusia, Kanada merupakan contoh negara-negara yang menggunakan nuklir sebagai sumber energi listrik. Dan selama beberapa dekade ini, belum pernah terjadi bencana nuklir yang super dahsyat pasca “Tragedi Chernobyl”.
Indonesia?
Awal April silam, saya sempat ngobrol dengan teman mengenai isu PLTN Muria. Katanya PLTN Muria tidak jadi dibangun. Lalu saya bertukar pendapat dengan beliau. Dan ada satu hal yang menarik dari inti pembicaraan kami yakni ia berceloteh “Gak mungkinlah pemerintah membangun PLTN, wong rakyat sekarang kembali ke zaman primitif. Sebelum BBM naik masyarakat masih bisa menggunakan minyak tanah. Tapi orangku (masyarakat tempat dia tinggal) saat ini menggunakan kayu bakar“. Jika dihubungkan dengan proyek pembangunan PLTN China, maka sepertinya Indonesia juga ikut bangun reaktor seperti China, hanya sumber bahan bakarnya berbeda. Jika China menggunakan uranium, maka masyarakat kita menggunakan kayu bakar… Ada-ada saja… hmm…. Semoga hal ini hanya lelucon teman saya saja, dan tidak terjadi kepada bangsa kita. Ya kan?
Bagaimana dengan Anda? Apakah Indonesia bisa seperti China mendapat serta memanfaatkan teknologi nuklir untuk tujuan damai?
Dan siapkan pemerintah Indonesia membangun PLTN tanpa korupsi?
Siapkan rakyat Indonesia menerima “teknologi dewa” sementara saat ini sebagian telah kembali teknologi “kayu bakar”?

Tidak ada komentar:

I Am Who I Am