Cari Blog Ini

Senin, 13 Desember 2010

KISAH KELAM

Bab 1:

Novel Sangkur Skandal
By: Ady Ahmed

Setelah semalaman diguyur hujan, pagi ini terasa dingin sekali. Usai sarapan, seorang pemuda berusia 22 tahun, menyalakan televisi. Kebetulan yang langsung muncul adalah saluran televisi BCTV, yang sedang menayangkan acara talkshow bersama beberapa mantan karyawan dari Maxtor Company dengan tema memperingati 5 tahun Tragedi Maxtor. Mereka mengaku bahwa mereka memutuskan sendiri kontrak kerja dengan Maxtor, karena disamping usia yang sudah renta dan pantas pensiun, mereka juga ingin menghabiskan sisa waktu hidup mereka bersama keluarga. Namun Maxtor sendiri pun tidak melepaskannya begitu saja, sebagai tanda terima kasih atas jasa-jasa mereka, Maxtor memberikan kepada masing-masing sejumlah uang untuk membuka usaha di rumah masing-masing. Entah itu berdagang, bertani dan lain-lain. Menurut mereka yang sudah puluhan tahun mengabdi di Maxtor Company, sangat aneh bila generator pabrik yang dibiayai dengan biaya perawatan yang sangat besar dan dikawal dengan prosedur hebat, dapat meledak begitu saja. Pasti ada penyebab-penyebab tertentu yang patut diusut dan ditindak lanjuti. Terlebih lagi mereka pun tau betapa kerasnya persaingan antar pengusaha di kawasan tersebut, dan bos merekalah yang paling berjaya saat itu.

“Hey, Ford.. cepat kemari..” Han, memanggil temannya yang sedang sarapan.
“Hmm.. apa?” jawab Ford dengan mulut yang masih dipenuhi roti. Lantas ia pun meneguk orange juice yang telah dihidangkan dan berjalan mendekati temannya.
“Acara apa sih?” tanya Ford setelah tiba di belakang temannya.
“Itu baca...” jawab Han sambil mengacungkan jarinya menunjuk bagian bawah layar televisi yang bertuliskan “5 tahun Tragedi Maxtor”.

Sontak, Ford pun tertegun memandangi televisi. Mulutnya yang tadi mengerunyam, sekarang berhenti. Tak ada suara bahkan gerakan sedikit pun dari tubuhnya. Matanya mengarah ke televisi, namun sesungguhnya ia tidak menonton acara tersebut, ia teringat langsung akan kejadian 5 tahun lalu itu.

***

Pagi yang cerah, embun pagi masih terlihat di dedaunan bahkan ada beberapa tetes yang baru saja jatuh ke tanah, burung-burung pun tak kalah semangat mereka berkicauan menyambut hari Minggu yang cerah itu. Sang matahari baru saja muncul memancarkan sinar semburat kekuningan dan kehangatan untuk para insan di muka bumi.

Benar-benar keadaan cuaca yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu akhir minggu bersama keluarga. Namun tidak demikian dengan keluarga Gregory Ford. Gregory dan isterinya Evellyn, harus berangkat pagi-pagi setelah sarapan bersama. Mereka harus bekerja meskipun hari ini adalah hari Minggu, dimana kebanyakan orang berkumpul bersama keluarganya. Namun itulah kehebatan sebuah perusahaan tempat mereka bekerja, tak seorang pun karyawan mengeluh akan keadaan seperti ini.

Jarum jam, terus melangkah maju menyisakan kenangan manis berupa tawa renyah sekeluarga dan juga obrolan hangat pagi hari di meja makan. Bahkan sekarang tengah menunjukkan pukul sepuluh. “Ayah dan ibu pasti sedang istirahat pertama sekarang” gumam seorang anak berusia 17 tahun yang tengah menduduki kursi di depan televisi. Di sana – Maxtor Company – setiap karyawan diberikan jatah jam istirahat sebanyak dua kali, yang pertama adalah pukul sepuluh dan yang kedua adalah pukul setengah dua. Pada istirahat pertama, karyawan disediakan segelas susu dan roti. Bagi para perokok aktif, waktu yang diberikan yakni selama tiga puluh menit, biasanya mereka manfaatkan untuk merokok di halaman pabrik sebelum akhirnya mereka dapat merokok kembali pada istirahat kedua.

Rupanya ia sedang menonton sebuah acara talkshow. Sedang asyik dengan obrolan dalam acara tersebut, tiba-tiba saja televisi merubah gambarnya dengan gambar seorang wanita yang tengah duduk di dalam studio, dan menyampaikan permintaan maaf atas terpotongnya acara dikarenakan ada berita bahwa ada sebuah ledakan besar yang berasal dari kota Downtown, salah satu kota di Blackhard yang terkenal sebagai kota industri.

Sebuah kawasan yang dipenuhi oleh pabrik-pabrik industri tekstil, elektronik, serta makanan. Di kota tersebut ada sebuah perusahaan yang saat itu sedang mengalami perkembangan pesat, dimana ia memiliki ribuan karyawan yang bersedia bekerja secara shift. Maxtor Company, perusahaan yang bergerak dibidang industri retail. Berita yang beredar adalah bahwa Maxtor Helbert, pemilik perusahaan tersebut, memiliki strategi jitu untuk mengelola sebuah perusahaan. Lulusan manajemen sebuah universitas di Eropa ini telah menerapkan semua ilmunya untuk perusahaan yang dibangunnya dari nol.

Kerap kali para karyawan dari perusahaan lain mengeluhkan tentang kebijakan perusahaan, terutama kebijakan baru dari pemerintah yang menetapkan bahwa tidak ada lagi sistim karyawan tetap. Dengan kata lain, nasib seluruh karyawan di paksa untuk bekerja sebagai karyawan kontrak yang apabila masa kontraknya habis dan diputus oleh pihak perusahaan, maka karyawan tersebut tidak bisa menuntut akan bayaran apapun termasuk uang pensiun. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan tersebut tidak mau tahu akan nasib para karyawannya, termasuk jaminan keselamatan kerja dan kesehatan. Namun bagi Maxtor, hal-hal yang kecil seperti ini patut difikirkan dan diberikan perhatian khusus.

Sekitar ratusan karyawan dari perusahaan lain sudah ditarik oleh Maxtor Company, terutama orang-orang yang memiliki keahlian dibagian vital untuk mengembangkan sayap perusahaan seperti bagian teknisi dan marketing. Kebijakan yang dibuat Maxtor memang sama dengan perusahaan lain, semua karyawan adalah karyawan kontrak, dan tidak ada karyawan tetap walau satu orang pun. Namun, Maxtor memiliki kebijakan yang sangat berbeda dengan perusahaan lain yakni adanya jaminan keselamatan kerja dan tanggungan biaya kesehatan karyawan dan keluarganya, hal inilah yang menarik perhatian para pekerja untuk memalingkan muka ke Maxtor Company. Dan tentu saja ada batasan-batasan tertentu mengenai biaya yang sudah diperhitungkan secara matang oleh sang pemilik.

Seorang wanita yang mengenakan seragam berwarna biru dengan emblem BCTV di dada kanannya dan sebuah microphone di tangannya tengah siap menyampaikan sebuah siaran langsung dari kota Downtown.

“Pemirsa, dapat anda saksikan di belakang saya, ada kepulan asap yang sangat besar dan menjulang tinggi ke langit. Asap tersebut berasal dari sebuah pabrik milik Maxtor Helbert yakni Maxtor Company. Dapat anda saksikan juga, bahwa di belakang saya sekarang, orang-orang ataupun karyawan-karyawan dari pabrik-pabrik lain berkerumun, melihat kebakaran tersebut. Menurut informasi yang telah kami himpun dari para karyawan pabrik yang berada di sekitar Maxtor Company, mereka mendengar sebuah ledakan besar dan saat mereka keluar api telah berkobar menimbulkan asap hitam yang menjulang tinggi ke langit. Sementara untuk berapa jumlah korban, kami belum mendapatkan informasi lebih lanjut dikarenakan api yang masih sangat besar dan sulit dikendalikan, yang hingga sekarang pun masih berusaha dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran dengan dua belas unit mobil pemadam kebakarannya ”.

Tragedi tersebut adalah tragedi terbesar sepanjang sejarah kota Downtown, bagaimana tidak? Dalam sebuah kesempatan, api menerjang dan membuat ratusan karyawan menjadi korban tewas sekaligus juga membuat ratusan orang terpaksa kehilangan anggota keluarganya. Sebuah pabrik industri habis dilalap si jago merah, begitulah headline berita di media elektronik. Pemberitaan televisi yang sedang heboh tentang tindak korupsi para pejabat pun berubah drastis memberitakan kasus ini. Berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, sebuah penyebab yang diketahui hanyalah meledaknya sebuah generator utama.

Hingga sekarang pun pihak kepolisian belum mendapatkan jawaban pasti penyebab utama dari peristiwa tersebut. Kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan hanyalah berdasarkan referensi-referensi yang diberikan oleh para karyawan pabrik-pabrik sekitar yang mendengar sebuah ledakan besar sebelum mereka keluar dan melihat sebuah bola api besar dan disertai asap hitam mengepul berbentuk jamur yang menjulang tinggi ke langit.

Sore harinya, telpon di rumah keluarga Ford berdering.
“Halo, selamat siang..” kata Ford setelah mengangkat gagang telpon.
“Selamat siang..” kata seseorang yang berada di seberang sana. Seorang wanita dengan suara yang cukup lembut namun tegas. “Dengan keluarga Ford benar?” tanyanya kemudian.
“Ah, iya benar sekali. Dengan siapa saya bicara?” tanya Ford balik.
“Saya Maria dari Harvard Hospital, Downtown. Mohon maaf tuan, saya mohon kehadiran Anda di sini. Ada berita penting yang harus Anda ketahui secara langsung”. Jelas Maria, suster di Harvard Hospital dengan agak lirih.
“Ya, baiklah, saya akan segera ke sana” jawab Ford berat karena perasaannya kini tak menentu. Ia tentunya sudah menebak akan apa yang sebenarnya pihak rumah sakit maksudkan. Tubuhnya kini lemas, lunglai tak berdaya. Gagang telpon masih di telinganya, matanya menatap jauh.

Setelah mendapatkan kabar untuk datang ke Harvard Hospital, rumah sakit khusus menangani karyawan pabrik yang berdiri di kota Downtown, ia pun berangkat. Awalnya Ford berangkat dari rumah sendirian, namun tak sengaja bertemu dengan Arthur Han yang sama-sama mencari jenazah kedua orang tuanya. Tiba di rumah sakit, mereka secepatnya mencari tahu di mana ruang tempat bersemayamnya kedua orang tua mereka. Sang suster yang tengah bertugas sebagai resepsionis pun memberi tahu dan menunjukkan jalan menuju ruang mayat.

Lorong-lorong rumah sakit telah dipenuhi oleh hiruk pikuknya orang yang berlalu lalang. Mulai dari petugas rumah sakit yang sibuk mengurus hal ini dan hal itu, hingga para keluarga yang sama-sama mencari ruang mayat. Belum lagi memang ada pasien yang tengah ditemani oleh sanak familinya yang sedang berkeliaran di lorong-lorong rumah sakit membuat keadaan semakin ricuh. Maklum, Harvard Hospital adalah satu-satunya rumah sakit di kota Downtown.

Mereka pun tiba di sebuah ruangan yang telah dipenuhi orang-orang. Dua orang remaja, menyeruak kerumunan orang di sebuah ruangan dari rumah sakit di kota Downtown.

Julian Ford, putra dari pasangan Gregory Ford dan Evellyn Ford, harus merasakan kepahitan hidup di masa remajanya. Saat itu juga ia melihat dua tubuh manusia yang terbujur kaku dengan tubuh yang hangus terbakar. Hasil pemeriksaan DNA menyatakan bahwa kedua mayat itu adalah benar orang tua dari Ford. Betapa sedih hatinya kini, melihat orang yang paling ia sayangi harus mengakhiri hidup sedemikian rupa.

Seperti Ford, Han juga merupakan korban kehilangan anggota keluarganya pada tragedi pabrik Maxtor. Ayah Han, berkebangsaan China, namun karena pekerjaan di Maxtor Company yang menurutnya sangat nyaman bekerja di sana, menjadikan ia harus tinggal dan menetap di Naszran, sehingga ia pun rela melepas status kewarganegaraannya, begitu juga dengan istri dan anaknya. Han, lebih banyak murung setelah kejadian itu.

Kejadian yang dialami Han lebih memilukan, ayahnya yang bekerja sebagai teknisi mengakibatkan jasadnya sulit ditemukan, dan sudah tentu badannya hancur lebur saat meledaknya generator tersebut, bukan hanya orang tua Han tetapi masih banyak anak-anak lain yang mengalami nasib sama. Terkecuali ibunya Han, yang menjadi pegawai di ruang lain, jasadnya pun ditemukan sudah hangus terbakar.

Mereka tidak pernah merasa puas akan tanggapan orang lain maupun kinerja pihak kepolisian tentang penyebab utama peristiwa itu. Menurutnya, sangat janggal karena semua orang sudah mengetahui betapa benefitnya Maxtor Company itu. Dan bila generator itu meledak begitu saja, pasti ada sebuah pemicu untuk membuat generator tersebut meledak, ditambah lagi persaingan-persaingan ketat di kalangan pengusaha kala itu. Tentu saja ada pihak-pihak tertentu yang ingin melihat kehancuran dari Maxtor, pengusaha paling sukses di Downtown. Oleh karenanya ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membantu menuntaskan kasus-kasus kriminal di negeri Blackhard, jangan sampai sebuah misteri yang tak terpecahkan seperti yang menimpa kedua orang tuanya dan ratusan orang lain terulang kembali.

Tragisnya lagi, empat hari menyusul tragedi tersebut, pemilik Maxtor Company, Maxtor Helbert dikabarkan tewas bunuh diri di rumahnya akibat depresi berat karena dipastikan ia bangkrut dan jatuh total dalam kehidupannya. Namun Rosalina Helbert, istri Maxtor dan putra-putra beliau dikabarkan pulang ke negara asalnya dan tinggal bersama orang tua Rosalina demi kebaikan dan kelangsungan hidup masa depan anak-anaknya.


***

Dalam kesehariannya di kemudian hari, Ford ditemani oleh Arthur Han. Arthur Han adalah putra dari pasangan Michael Han dan Noveline. Mereka sesungguhnya sudah saling kenal sejak lama. Sejak masa sekolah di SMA. Hanya saja mereka kurang akrab, karena memang Han lebih bersifat pendiam ketimbang Ford yang sering berkumpul bersama teman-teman gengnya. Dalam suatu momen tertentu mereka pernah bertemu dan bahkan Ford juga pernah diselamatkan oleh Han dari sebuah kasus kenakalan remaja di sekolahnya. Karena keakraban mereka setelah kejadian yang menimpa, hingga kini mereka berdua sudah bagaikan adik dan kakak.

Dendam, kesedihan dan tekad mereka berdua pun akhirnya menjadikan sebuah persetujuan untuk membantu kepolisian, menegakkan keadilan dan menuntaskan kasus-kasus hingga menemui titik terang atau penjelasan dan tidak membuat orang lain bertanya-tanya akan jawaban dari kasus itu sendiri. Mungkin dengan cara demikian, Ford dan Han akan memiliki kepuasan batin dalam diri mereka, setelah apa yang mereka alami di waktu lampau.

Tidak ada komentar:

I Am Who I Am