Cari Blog Ini

Senin, 07 Februari 2011

Selayang Pandang Sejarah Melayu Purba

 Bab I
Pendahuluan

Penulisan Sejarah Dan Budaya Melayu
Istilah “sejarah” dalam konteks ini berartti cerita masa lalu berupa “penulisan sejarah” yang merujuk kepada sumber atau karya yang dihasilkan penulis tempatan. Uraian di dalamnya berupa tafsiran masa lampau. Tafsiran dibuat berdasarkan uji dan analisis kritis terhadap data yang diperoleh dari rekaman atau peninggalan masa lalu itu. ”Sejarah” dalam uraian berikut tidak terpisah dari “budaya” atau kebudayaan (cultural historiography).

Secara terpisah kebudayaan diartikan sebagai hasil karya dan karsa manusia, baik dalam bentuk materiil, buah pikiran maupun corak hidup manusia. Dengan demikian, kebudayaan lebih mengarah kepada cara hidup manusia, baik masa kini ataupun kehidupan masa silam. Bahkan menurut E.B Taylor; kebudayaan mencakup aspek yang amat luas, yakni pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral dan adat istiadat dan segala kebiasaan yang dilakukan dan dimiliki oleh manusia sebagai masyarakat. Segala yang diterima dan dipercayai dilakukan secara berkekalan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah ajaran atau doktrin yang diamalkan oleh suatu bangsa. Ajaran tumbuh pada dasarnya oleh kehendak mempertahankan hidup, yang bermula bagi dirinya dan seterusnya anak keturunannya secara turun-temurun. Sifat dan bentuknya tergantung dengan kondisi alam tempat hidupnya. Karena itu kebudayaan senantiasa berubah, baik karena disempurnakan ataupun karena bersentuhan dengan kebudayaan lain. Persentuhan dengan kebudayaan lain tidak selamanya dapat memperkukuh kebudayaan suatu bangsa, bahkan dapat memperlemah dan mungkin menghancurkannya.

Berkait dengan kebudayaan Melayu, sejarah pertumbuhannya dapat ditelusuri sejak zaman prasejarah. Untuk memperoleh keterangan yang diperlukan dapat mengacu pada dua sumber. Pertama; peninggalan manusia prasejarah serta kebudayaannya masa itu yang meliputi fosil-fosil dan artefak-artefak yang ditemukan di dalam tanah melalui penggalian atau ditemukan secara kebetulan.

Kedua; Suku-Suku Bangsa yang waktu hidup terbelakang. Di Sumatera, khususnya Riau menghadapi persoalan prasejarah yang sulit, terutama dalam usaha memperoleh gambaran tentang asal-usul penghuni pertama, beserta kebudayaannya. Kondisi ini di Sumatera dan Riau pada umumnya hampir tidak ditemukan fosil-fosil dan artefak-artefak yang dapat mendukung ke arah penelitian itu. Hal ini berbeda dengan di Jawa di mana ditemukan berbagai fosil dan artefak. Hingga sekarang Sumatera tidak menghasilkan tulang-tulang dari manusia pertama. Kenyataan tidak mengahasilkan suatu bukti, baik tulang belulang maupun sisa-sisa tanaman, untuk menunjukkan sesuatu yang timbul disana sebelum akhir Zaman Pleistosein,10-15.000 tahun yang lalu.Semua penyelidikan geologi yang dilakukan di Sumatera selama abad terakhir tidak berhasil menemukan fosil mamalia prasejarah, seperti yang banyak ditemukan di Jawa. Walaupun di Riau belum ditemukan fosil-fosil dan kurangnya artefak-artefak sebagai sumber utama untuk mendapat keterangan tentang kehidupan manusia pertama di Riau, tetapi para peneliti masih dapat mengambil manfaat terdapatnya suku-suku yang terbelakang yang hidup di beberapa daerah Riau saat ini. Suku-suku yang dimaksud antara lain: Suku Sakai di daerah Minas, Duri, Siak, Sungai Apit; Suku Orang Hutan atau Orang Bonai di Kec. Kuto Darussalam dan Kepenuhan Kampar; Suku Akik di Siberida, Rengat dan Pasir Penyu; Suku Laut atau Orang Laut di Inderagiri Hilir dan Kepulauan Riau.

Masih terdapatnya suku-suku terbelakang di atas memperkirakan adanya gelombang kedatangan nenek moyang itu ke daerah Riau. Gelombang pertama terdiri dari Ras Weddoide (Wedda) yang datang sesudah zaman es terakhir dan Zaman Mesolitikum yang oleh kebanyakan ahli dinyatakan sebagai suku Ras pertama penghuni Nusantara ini. Menurut Van Heekeren, kedatangan ras Wedda ini diikuti pula oleh Ras Melanesia, Austroloida dan Negrito. Mereka mencapai pulau-pulau Nusantara dengan berperahu. Sisa dari Ras Weda ini masih terdapat di Riau sekarang ini, yaitu Suku Sakai, Kubu dan Suku Orang Utan, sebagaimana disebutkan di atas.

Para ahli mensejajarkan Suku Sakai yang mendiamin daerah Bengkalis dengan suku-suku Senoi di Malaysia, suku Tokeo dan Toela di Sulawesi, sebagai sisa yang termurni dari orang Wedda. Bahkan Setyawati Sulaiman memperkirakan orang Senai di Melaka sebagai sisa yang termurni dari orang Wedda. Di Indonesia menurutnya ciri-ciri orang Wedda itu ada pada orang Sakai di Riau dan Orang Kubu di Jambi dan Palembang. Ciri-ciri mereka antara lain rambut berombak-ombak, warna kulit sawo matang, bertubuh pendek (1,55 meter), dan berkepala “mesocephal”.

Kemudian menyusul kedatangan ras rumpun Melayu. Gelombang pertama datang sekitar tahun 2500-1500 SM yang disebut bangsa “Proto-Melayu” atau “Austronesian” ke Asia menyebar ke Semenanjung Tanah Melayu dan terus ke bagian barat Nusantara. Mereka adalah pendukung Kebudayaan Zaman Batu (Neolitikum) atau yang mencerminkan kehidupan manusia dalam zaman Neolithic. Pada masa itu manusia telah mampu menghasilkan bahan makanan dengan cara bertani. Keturunan mereka banyak tinggal di pedalaman Kepulauan Melayu, dan di Riau diidentifikasikan sebagai suku Talang Mamak dan suku Laut. Gelombang kedua terjadi sekitar tahun 300 SM, disebut Deutro Melayu. Kedatangan mereka menyebabkan terdesaknya suku Proto-Melayu, sehingga memaksa terdesaknya suku Proto-Melayu, sehingga memaksa mereka pindah ke daerah pedalaman, dan sisanya bercampur dengan pendatang baru.

Dalam proses selanjutnya, suku Deuto Melayu yang berasimilasi dengan pendatang terdahulu serta dengan orang-orang yang datang kemudian, menurunkan generasi yang hidup sekarang ini. Keturunan mereka itu yang pada umumnya mendiami Nusantara (Asia Tenggara), terutama di Kepulauan Melayu. Setelah masuknya Islam di wilayah ini, identitas Melayu menemukan jati dirinya.

Istilah “Melayu” di dalam tulisan ini digunakan untuk menunjuk kepada suku bangsa yang mendiami wilayah-wilayah Islam di Indonesia, Malaysia (Semenanjung), Pathani (Thailand Selatan) dan Mindanao (Filipina Selatan). Dalam cakupan wilayah demikian, juga disamakan pengertiannya dengan Asia Tenggara atau Nusantara yang mencakup wilayah yang sama pula, tidak tebatas pada wilayah kepulauan yang kini masuk kekuasaan Republik Indonesia. Dalam konteks yang terakhir sekali, istilah Melayu merujuk secara terbatas kepada Semenanjung Malaysia. Inilah yang disebut V. Matheson dan B. W Andaya sebagai Melayu dalam arti sempit, yaitu negara (wilayah) yang melanjutkan dan mewarisi tradisi Melaka. Ciri yang paling akrab adalah adanya bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu.

Sebelum Islam, Melayu dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang menggunakan bahasa tertentu yang disifatkan sebagai salah satu bahasa daerah. Dengan kepercayaan terhadap Hindu-Buddha, mereka tersebar di seluruh Asia Tenggara dengan cirri-ciri budaya dan keagamaan yang sama. Setelah Islam masuk dan berkembang, kawasan ini menjadi suatu rumpun yang memiliki identitas berbeda dari segi keagamaan. Identitas rumpun ini menjadi jelas, setelah Islam memilih menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa penyebaran agama Islam di kawasan ini. Dengan demikian bahasa Melayu yang dahulunya merupakan salah satu bahasa daerah dan bersifat pinggiran diangkat menjadi bahasa yang mampu membicarakan persoalan ilmiah dan rasional, dan bangsa yang mendukung bahasa tersebut turut terangkat derajatnya bersama bangsa Melayu. Setelah Islamisasi meluas di Nusantara istilah Melayu ini digunakan untuk semua rumpun di Nusantara, sehingga ia dikenal pula sebagai ”Alam Melayu” atau “Dunia Melayu”. Karena itu, dari segi istilah, Melayu disinonimkan dengan istilah-istilah Islam, Melayu dan Jawi merupakan rangkaian kata yang berhubungan rapat. Contoh, istilah masuk Islam sering dikatakan masuk Melayu, kitab Jawi tidak lain adalah kitab bertuliskan Arab-Melayu.

Bab II
Definisi Melayu

Pengertian orang mengenai Melayu sering saja keliru dan dicampurbaurkan. Hal ini disebabkan karena Melayu oleh karena pengertian “Bahasa” ada karena pengertian “Ras” dan ada pula karena pengertian etnis sukubangsa dan kemudian dalam pengertian umum” sesama agama Islam”. Maka mau tidak mau haruslah kita telusuri kembali sejauh mungkin apa yang dicatat oleh sejarah. Orang Melayu mendiami wilayah: Thailand Selatan, Malaysia Barat dan Timur, Singapura, Brunei, Kalimantan Barat, Temiang (Aceh Timur), pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Pesisir Palembang.

Asal Usul Nama Melayu

1.Berdasarkan Mitos Bukit SeguntangBerdasarkan pembahasan tradisi Melayu, kedudukan raja dan kerajaan dipandang sebagai anugerah yang datang dari atas dan karena itu dianggap suci. Kesucian itu di buktikan dengan mitos asal usul raja yang dikaitkan erat dengan seorang tokoh yang dianggap sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain., yaitu Sang Sapurba. Raja Iskandar Zulkarnain atau lebih dikenal sebagai Alexander The Great merupakan tokoh agung yang memiliki kerajaan yang terbentang dari Eropa hingga ke Asia sehingga keberhasilannya menjadi inspirasi bagi Napoleon Bonaparte bahkan Adolf Hitler, di kemudian hari. Hal itu menjadi sanjungan serta kebanggaan bagi keturunannya, sehingga menjadikannya sebagai asal usul keturunan Raja-Raja besar, termasuk kemaharajaan Melayu. Dalam bukunya, Sejarah Melayu, Suatu Kajian Aspek Pensejarahan Budaya Kuala Lumpur, Harun Daud mengidentifikasikan Iskandar Zulkarnain sebagai Alexander The Great dari Macedonia. Di situ dikatakan bahwa: ”Raja Iskandar anak Raja Darab (Darius), Rum (Romawi) bangsanya, Macedonia negerinya, Zulkarnain gelarnya…”

Dalam buku Shorter Encyclopedia Of Islam disebutkan bahwa gelar “Zulkarnain” dalam literatur Arab diberkan kepada beberapa tokoh, termasuk Ali Bin Abi Thalib. Akan tetapi paling banyak di berikan kepada Alexander The Great. Ketika Sang Sapurba muncul di Bukit Seguntang Mahameru, ia bersama saudara-saudaranya menjelaskan bahwa kehadiran mereka dengan kata-kata: ”Kami ini bangsa manusia, asal kami dari Raja Nusyirwan Adil, Raja Masyriq dan Magrib, serta pancar kami dari Raja Sulaiman Alaihissalam.” Selanjutnya disebutkan dalam Sejarah Melayu (Sulatat Al Salatin) , ia lahir di alam Dika dan di sanalah ia memperoleh “mahkota koderat” sebagai bukti asal-usulnya sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain. Ketika sampai di Bukit Seguntang, ia diminta oleh dua orang petani agar membuktikan kesaktiannya. Waktu itu juga ia membuat padi berbuah emas, berdaun perak dan berdaun tembaga. Sementara itu di tempat lain, yaitu Pulau Bintan terdapat seorang Raja perempuan yang bernama Wan Seri Beni (Benai), setelah beberapa lama Sang Sapurba menjadi raja di Bukit Seguntang ia berangkat ke Bintan melalui Tanjung Pura. Setiba di Bintan ia menikahkan anaknya, Nila Utama dengan seorang Puteri dari Ratu Seri Beni tersebut. Nila Utama menetap di Bintan dan menjadi raja di sana. Kemudian dengan bantuan Ratu Bintan, Nila Utama mendirikan kerajaan di Singapura dengan memakai gelar Sri Tri Buana. Di Singapura dinasti Sri Tri Buana berlanjut selama 32 tahun sampai pada masa cicit nya, yaitu Iskandar Syah yang pada masa pemerintahannya Singapura diserang Majapahit sehingga ia melarikan diri ke Muar. Setelah itu ke Bertam. Di Bertam itulah dia mendirikan kerajaan Melaka.

2.Nama Melayu Berasal Dari Kerajaan Melayu PurbaMenurut berita yang ditulis di dalam Kronik Dinasti Tang di Cina, sudah tertulis nama kerajaan di Sumatera yang ditulis pada tahun 644 dan 645 Masehi. Seorang Pendeta Buddha Cina yang bernama I-Tsing dalam perjalanannya ke India pernah bermukim di Sriwijaya (She Li Fo She) untuk belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Menurut tulisannya, dari sini ia menuju Mo Lo Yue dan tinggal selama 6 bulan pula sebelum berangkat ke Kedah dan ke India. Dalam perjalanan pulang kembali ke Cina tahun 685 M ia singgah lagi di Mo Lo Yu yang ternyata sudah menjadi bagian dari She Li Fo She.

Rupanya Kerajaan Melayu itu sudah di taklukkan ataupun menjadi satu dengan kerajaan Sriwijaya (antara tahun 645-685 M) menurutnya, perjalanan pelayaran dari Sriwijaya ke Melayu ditempuh selama 15 hari dengan menggunakan kapal layar yang sederhana. Dimana letak pusat kerajaan Melayu itu banyak sarjana Sejarah berbeda pendapat, tetapi kebanyakan menetapknnya berada di hulu sungai Jambi (sungai Batanghari). Memang dalam eskavasi kepurbakalaan akhir-akhir ini, banyak sekali ditemukan reruntuhan candi, patung-patung dan peninggalan kepurbakalaan lainnya yang cukup tua usianya. Di dalam mitologi orang Melayu seperti tertera di dalam “Sejarah Melayu,” turunnya Sang Sapurba bersama ke-2 saudaranya adalah ditempat yang disebut “Bukit Seguntang Maha Meru” di hulu Palembang, namun di puncak bukit tersebut terdapat makam kuno yang dipercayai makam Datok Tenggorok Berbulu, yang mengingatkan kita akan salah satu nama Dewa Siwa yaitu Nelakantha (Si Leher Hitam).

Apabila kita mengikuti pendapat dari Prof. Dr. J. G. Casparis, maka kerajaan Melayu yang telah ditaklukkan Sriwijaya itu sesuai dengan prasasti yang berisi kutukan di Karang Berahi. Menurut De Casparis, sekitar akhir abad ke-11 sampai tahun 1400 M kerajaan Melayu itu telah pulih kembali. Bahkan untuk menangkis bahaya dari Sriwijaya Kerajaan Melayu itu bekerjasama dengan Kerajaan Jawa Singosari sehingga Kerajaan Jawa itu mengirimkan balatentara yang besar menghancurkan Sriwijaya yang disebut dengan Ekspedisi Pamalayu (1275 M), dan dikirimkannya arca Amoghapasa Lokeswara (1286 M) di Padang Roco, pengiriman itu disambut oleh rakyat Melayu secara gembira bahkan oleh Raja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Di belakang Arca itu kemudian ditulis prasasti Raja Adityawarman (1347 M). Yang kemudian melanjutkan Kerajaan Damasraya (Melayu) itu. Baik Kerajaan Damasraya (melayu) maupun kerajan Sriwijaya menggunakan bahasa dan aksara Melayu Kuno, sebagai contohnya adalah Prasasti Boom Baru (Pinggiran Sungai Musi) yang berasal dari akhir abad ke-7 M.

Kemudian Kerajaan Melayu yang berpusat di hulu sungai Jambi itu pindah ke wilayah Minangkabau (suruaso). Raja Asityawarman tidak pernah menyebut kerajaannya itu sebagai Kerajaaan Minangkabau, tetapi sebagai “Kanakamedinindra Suwarnabhumi” yaitu Penguasa Negeri Emas, yang dulunya dikuasai Sriwijaya dan Melayu. Setelah masa pudarnya Sriwijaya dan Melayu (Jambi dan kemudian di Pagarruyung) karena serangan dari Jawa, maka orang Jawa menguasai kehidupan di Palembang dan Jambi seperti yang dilaporkan penulis Portugis Tome Pires, dalam bukunya Summa Oriental: ”Jambi kini di bawah Patih Rodim, Raja Demak. Penduduk Jambi sudah lebih mendekati penduduk Palembang yaitu lebih ke-Jawa-annya daripada ke-Melayuan-nya”.

Tapi bagaimanapun Bahasa Melayu yang menjadi Lingua Franca di Nusantara sejak disebarkan oleh Imperium Sriwijaya dan Melayu sejak abad ke-6 M itutermasuk adat-istiadat raja-rajanya yang di bawa Parameswara ke Melaka ditahun 1400-an telah memperkuat jati diri Melayu.Setidaknya sekarang ini orang Jambi dan Palembang masih disebut sebagai “Orang Melayu”.
Mengenai asal usul nama “Melayu” itu Prof. Dr. R. C. Majumdar mengatakan bahwa ada satu di India bernama Malaya dan Orang Yunani menyebut mereka Malloi dan ada lagi nama gunung Malaya. Banyak lagi nama-nama tempat di Asia Tenggara dan Nusantara yang berasal dari India. Bahkan pada suku Karo ada Marga Sembiring yang berasal dari India.

3.Definisi Melayu berkaitan dengan masuknya Islam tahun setelah 1400 MSetelah pusat Imperium Melayu berada di Melaka 1400 M dan Parameshwara di-Islamkan oleh Syekh dari Pasai, maka sejak itu terbentuklah suatu wadah baru bagi orang Islam yang disebarkan dari Melaka ke segenap penjuru di Nusantara. Penyebaran melalui rute dagang ini sambil diikuti perkawinan dengan puteri raja setempat, bukan saja membentuk masyarakat Islam tetapi juga membentuk “Budaya Melayu,” sehingga kita lihat pada masa kedatangan orang Barat kemari telah terbentuk kerajaan-kerajaan maritime di sepanjang kuala-kuala sungai di pesisir timur Sumatera dan Kalimantan serta di Thailand Selatan, bahkan sampai di Jayakarta dan Indonesia Timur. Sejak itu terbentuklah definisi jatidiri Melayu yang baru yang tidak lagi terikat kepada faktor genealogis (hubungan darah) tetapi dipersatukan oleh faktor cultural (budaya) yang sama, yaitu kesamaan dalam beragama Islam, berbahasa Melayu dan beradat-istiadat Melayu. Berikut pengertian orang Melayu menurut kesepakatan para ahli-ahli Barat:

”Orang-orang Melayu (Malaios) adalah orang Islam dengan bahasa Melayu, mempunyai kebiasaan mempelajari bahasa mereka tetapi juga berusaha memperluas pengetahuan mereka dan juga mempelajari bahasa Arab. Suka mengembara, suatu ras yang paling gelisah di dunia, suka mendirikan kampung-kampung namun dengan mudah meninggalkannya. Mereka bersih dan berketurunan baik, sangat gemar akan musik dan sangat berkasih sayang.”

4. Definisi Jatidiri Melayu Menurut J. M Gullick
Menurut J. M Gullick dalam Malay Society In The Late 19th Century, The Beginning Of Change, terbitan Oxford University Press. Singapore 1989, hal 277. Pada orang Melayu ada beberapa nilai (norma) yang menonjol yaitu:
  • Adanya konsep status,yaitu senang mengejar status yang lebih tinggi
  • Bertindak patut menurut adat dan pendapat orang banyak
  • Jika menerima malu dapat berbuat amok atau sindiran
  • Tidak suka berbicara keras-keras dengan tekanan terhadap setiap kata atau kalimat.
  • Cenderung bersifat konservatif
  • Berpijak pada yang esa
  • Sangat mementingkan penegakan hokum untuk keamanan,ketertiban dan kemakmuran masyarakat.Hal ini banyak dituangkan dalam bentuk adat.
  • Mementingkan sekali budi dan bahasa yang menunjukkan sopan dan santun dan tingginya peradaban Melayu.
  • Mengutamakan pendidikan dan ilmu.
  • Mementing budaya Melayu
  • Musyawarah dan mufakat merupakan sendi kehidupan sosial orang Melayu
  • Ramah tamah dan terbuka kepada tamu
  • Melawan hanya pada saat terdesak
Menurut pengakuan Vallentijn (1712 M) seorang peneliti Belanda,bahasa Melayu tidak hanya dituturkan di seluruh Nusantara dan juga negeri-negeri Timur,sebagai suatu bahasa yang dikenal dan dimengerti semua orang,ia juga diketahui dan digunakan di Persia,bahkan melampaui negeri dan sampai ke Filipina. Penterjemah beliau bahkan telah mendengar Bahasa Melayu digunakan di jalanan kota Kanton.

Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa orang Melayu itu adalah:
  1. Melayu adatnya
  2. Melayu bahasanya
  3. Islam agamanya
Pandangan ini di sempurnakan lagi oleh Ismail Hamid dari Dewan Bahsa dan Pustaka Malaysia yang mengatakan bahwa Melayu itu adalah seseorang yang menganut agama Islam,lazimnya berbahasa Melayu,mengikuti adat-istiadat Melayu.Pandangan ini melahirkan sebutan bahwa orang bukan Islam lalu masuk Islam disebut “Masuk Melayu”.Sebaliknya orang Melayu yang keluar dari agama Islam tidak lagi diakui sebagai orang Melayu,tetapi disebut ”Orang Lain” atau “Budak Asing”.

Bab III
Zaman Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu Hindu (644 M-1400 M)
  1. Kerajaan Damasraya terletak di Bukit Seguntang Mahameru dan didirikan oleh Sang Sapurba,sepeninggal Sang Sapurba yang pergi ke Bintan kerajaan ini di pindahkan ke hulu sungai Jambi dan akhirnya berpusat di Pagarruyung.
  2. Kerajaan Bintan Hindu yang dipimpin oleh Ratu Wan Sri Beni
  3. Kerajaan Singapura Hindu yang didirikan oleh Sang Nila Utama di Tumasik.

Kerajaan Melayu Hindu berakhir ketika Penguasa Melaka yang bernama Parameswara memeluk agama Islam pada tahun 1400 M dan bergelar Megat Iskandar Syah.

Kerajaan Melayu Islam (1400 M - Sekarang)Meskipun Sultan Malaka yang pertama yaitu Iskandar Syah telah memeluk agama Islam,agama Islam justru baru menyebar dengan pesat pada masa kekuasaan Sultan Muhammad Syah yang masuk Islam setelah melihat seorang Syekh dari maghribi melakukan shalat di pinggir pantai. Pada umumnya banyak terdapat kerajaan-kerajaan Melayu di Semenanjung Malaysia seperti Selangor, Sabah, Brunai dan Tempasok (Terengganu) namun yang menonjol hanyalah kerajaan Melaka, Johor-Riau dan Lingga-Riau.

A.Kerajaan Melaka (1400 M - 1511 M)
Kedaulatan dan kekuasaan ada di tangan Sultan,dalam pemerintahan Sultan di Bantu oleh Datuk Bendahara dan dewan permusyawaratan yang disebut Wazir Berempat sedangkan angkatan perang dipegang oleh seorang Laksamana.

Sultan-Sultannya adalah:
  1. Parameswara,bergelar Sultan Iskandar Syah (1400 M-1424 M)
  2. Raja Kecil Besar atau Sri Maharaja,bergelar Sultan Muhammad Syah (1424 M-1444 M)
  3. Sultan Muzaffar Syah (1444 M-1458 M)
  4. Sultan Mansur Syah (1458 M-1477 M)

B.Kerajaan Johor-Riau (1511 M - 1784 M)Pada tahun 1511 M Portugis datang dan menyerang Malaka akibat serangan ini Sultan beserta perangkat Pemerintahan terpaksa mengungsi dan memindahkan pusat kerajaan dari Melaka ke Johor sehingga Kesultananan ini lebih dikenal sebagai Kerajaan Johor-Riau.

Sultan- Sultannya adalah:
  1. Sultan Mahmud Syah I (1511 M-1528 M) merupakan Sultan terakhir Kerajaan Melaka sekaligus Sultan Pertama Kerajaan Johor-Riau. Sultan ini sangat gigih dalam usaha-usahanya mengusir Portugis dan memulihkan kedaulatan Kerajaan Melaka.
  2. Sultan Alauddin Righayat Syah II (1528 M-1564 M) pada masa ini Kerajaan Johor-Riau mendapat serangan dari Aceh.Baginda Sultan beserta istri nya ditawan di Aceh dan meninggal di sana.
  3. Sultan Muzaffar Syah (1564 M-1570 M) Bekerjasama dengan Portugis untuk menangkis serangan dari Aceh.
  4. Sultan Abdul Jalil Syah I (1570 M-1571 M) cucu Sultan Muzafar Syah yang ditunjuk langsung menjadi pewaris ini meninggal pada umur 9 tahun diduga karena diracun,berhubung pada saat itu terjadi perselisihan kekuasaan antara Bendahara dan Ibu Sultan.
  5. Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II (1571 M-1597 M) Ayah dari Sultan Abdul Jalil Syah I.Sultan ini membantu Pasukan Pati Unus dari Demak dalam usahanya menyerang Portugis di Malaka.
  6. Sultan Alauddin Righayat Syah III (1597 M-1615 M) Sultan ini tidak mengakui Johor sebagai Kerajaan jajahan Aceh dan akhirnya Johor di serang oleh Aceh. Sultan di bawa ke Aceh namun dikembalikan lagi ke Johor dengan isyarat agar mau menjadi jajahan Aceh. Namun setelah kembali ke Johor Sultan menolak tunduk kepada Aceh dan berkawan dengan Portugis.Akhirnya Sultan ditangkap lagi di Aceh dan dibunuh di sana.
  7. Sultan Abdul Jalil Syah III (1623 M-1677 M)
  8. Sultan Ibrahim Syah (1677 M-1685 M)
  9. Sultan Mahmud Syah II (1685 M-1699 M) sultan ini tidak memiliki putra sehingga berakhirlah dinasti Sultan-Sultan keturunan Melaka.
  10. Sultan Abdul Jalil Righayat Syah IV (1699 M-1718 M) sebelumnya adalah Bendahara, namun setelah Sultan meninggal tapi tidak mempunyai Putra akhirnya ia yang ditunjuk menggantikan Sultan.
  11. Raja Kecil, bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1718 M-1722 M) Ia mengaku sebagai putera dari Sultan Mahmud Syah II sehingga merasa berhak atas tahta kerajaan. Akhirnya Ia menyerang Johor dengan dibantu oleh Raja Pagarruyung dan menang. Namun 4 tahun kemudian kekuasaannya digulingkan, ia pun mengungsi ke Senapelan dan mendirikan Kerajaan Siak di sana.
  12. Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (1722 M-1760 M) Dalam usahanya menggulingkan Raja Kecil ia dibantu oleh 4 Bangsawan Bugis yaitu Daeng Marewah, Daeng Cellak dan Daeng Perani. Atas jasa-jasanya, pihak bugis minta ikut berkuasa sebagai pemerintah di samping Sultan dengan gelar Yang Dipertuan Muda. Akibatnya kekuasaan Bugis begitu besar dan Sultan hanya tinggal lambang.Bahkan banyak intrik-intrik yang memperebutkan kekuasaan selalu berujung pada meninggalnya Sultan karena dibunuh oleh Pihak Bugis.
  13. Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah (1760 M-1761 M)
  14. Sultan Ahmad Righayat Syah (1761 M) kematiannya dicurigai sebagai akibat ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin lebih leluasa berkuasa.
  15. Sultan Mahmud Syah III (1761 M-1784 M) Pada masa ini Raja Haji Fisabilillah selaku YDM IV melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda yang semakin menekan kerajaan Johor Riau, namun dalam melakukan pejuangannya beliau gugur. Akhirnya Belanda dapat menancapkan pengaruhnya dengan leluasa di Kerajaan Johor-Riau. Hal ini dibuktikan dengan memaksa agar ibukota Johor di pindahkan ke Lingga dengan alasan lebih dekat ke Batavia. Dengan dipindahkannya Kerajaan ke Lingga maka berakhirlah riwayat Kerajaan Johor-Riau.

C. Kerajaan Lingga-Riau (1784 M-1913 M)Pada masa ini kekuasaan Belanda sudah kuat di kerajaan Lingga-Riau hal ini dapat dilihat dengan penempatan seorang Residen di tanjungpinang yang di maksudkan untuk dapat mengawasi tindak-tanduk Sultan. Sultan sebagai kepala negara berkedudukan di Tanjungpinang sedangkan YDM sebagai jabatan yang turun-temurun dipegang bangsawan Bugis dan berfungsi sebagai kepala Pemerintahan berkedudukan di Pulau Penyengat.

Sultan-Sultannya adalah:
  1. Sultan Mahmud Syah III (1784 M-1812 M)
  2. Sultan Abdurrahnan (1812 M-1824 M) Pada masa ini Inggris berebut kekuasaan atas Lingga-Riau dengan Belanda.
  3. Sultan Abdurrahman II (1824 M-1832 M) Kekuasaan Sultan ini dimulai setelah Traktat London yang membagi dua kekuasaan Lingga-Riau dengan wilayahnya yang ada di semenanjung Malaya diberlakukan
  4. Sultan Muhammad Syah (1832 M-1834 M)
  5. Sultan Mahmud Muzafar Syah (1834 M-1857 M)
  6. Sultan Badrul Alam Syah (1857 M-1883 M)
  7. Sultan Abdurrahman Muazam Syah (1883 M-1913 M) Sultan ini diam-diam sedang merencanakan perlawanan melawan Belanda,namun rencana nya telah diketahui dan Beliau diturunkan dari tahtanya. Melalui Surat Keputusan Pemerintah Belanda STBL 1913/19 maka Kesultanan Melayu Lingga-Riau dihapuskan. Dengan ini berakhir sudah kekuasaan Kerajaan Melayu di Indonesia.
Bab IV
Penutup

KESIMPULAN
Dari uraian makalah kami yang berjudul “Periwayatan Sejarah Melayu” ini, dapatlah kita menarik kesimpulan tentang apa, siapa dan bagaimana yang disebut sebagai orang Melayu berikut perangkat-perangkat peradaban yang mewarnai sepak terjang Melayu sebagai salah satu Bangsa di Nusantara. Secara umum yang dimaksud sebagai Orang Melayu itu adalah suatu suku bangsa yang mendiami wilayah Semenanjung Melayu, Sumatera bagian Timur dan Kalimantan Barat. Sedangkan secara spesifiknya, para ahli dan sejarawan telah bersepakat bahwa apa yang dimaksud sebagai Orang Melayu itu adalah mereka yang Beragama Islam, beradat Melayu dan berbahasa Melayu. Hal ini erat kaitannya dengan masuknya agama Islam di sela-sela kehidupan Melayu. Agama Islam meresap dalam setiap perbuatan-perbuatan yang digariskan oleh hukum adat Melayu.

Setelah Islam masuk, agama ini menjadi identitas Melayu. Kebiasaan terdahulu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami ditinggalkan, diganti dengan yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Pengaruh Islam dalam bidang kebudayaan memberikan corak khusus dan menentukan jalan perkembangan kebudayaan material dan rohaniah. Kebudayaan material tercermin dari surau, musholla, mesjid, makam dan nisan-nisan, seni suara dan dan seni tari.

Dalam bidang bahasa dan kesusasteraan pengaruh Islam sangatlah kentara. Aksara Melayu yang satu-satunya dikenal adalah aksara yang berasal dari bahasa Arab. Selain itu kehidupan kerajaan di Melayu ternyata memilki pengaruh yang sangat vital dalam lalu lintas perdagangan Nusantara sampai pada masa kedatangan bangsa-bangsa Barat yang mendesak dan memusnahkan kerajaan Melayu tersebut.

SARAN
Hendaknya keunggulan peradaban bangsa Melayu pada bidang Bahasa dan Kesusasteraan dapat kita lestarikan dan kita kembangkan sebagai usaha mempertahankan khazanah budaya Melayu. Bangsa Melayu terkenal dengan kerajan-kerajaannya yang gigih berjuang menentang segala bentuk penjajahan yang ada termasuk dari Pihak Belanda, Inggris, Aceh dan Jambi. Walaupun kerajaan-kerajaan Melayu tersebut hanya tinggal peninggalan saja, tetapi kita harus dapat mengamalkan segala teladan yang baik yang ditinggalkan mereka, karena semangat mereka tetap hidup dalam diri kita. Lagipula bukan tidak mungkin apabila kejayaan Melayu terulang kembali pada masa kini, namun dalam konsep keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Dari Bang Rudy - Blog Hiduplah Indonesia Raya


Daftar PustakaLuckman Sinar SH, Tengku, Jatidiri Melayu, Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu, Medan, 1994. Mahdini, MA, Dr, Raja dan Kerajaan dalam Kepustakaan Melayu, Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru, 2003. Mahdini, MA, Dr, Islam dan Kebudayaan Melayu, Daulat Riau Pekanbaru, 2003 Pemda Prov. Riau, Dari Kesultanan Melayu Johor-Riau ke Kesultanan Melayu Lingga-Riau, Pemda Prov. Riau, Pekanbaru, 1993.

Tidak ada komentar:

I Am Who I Am