Cari Blog Ini

Jumat, 14 Januari 2011

"Yg Sakit Itu Soedirman..Panglima Besar Tidak Pernah Sakit.."

“Saya minta dengan sangat, agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya hendak meninggalkan kota dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karno dengan saya.”

“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin rakyat kita semua. Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini saya menghadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”
t
Soedirman mengepalkan tinjunya: “…Kami akan peringatkan kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”

“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius dan mempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorang diplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam.
Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmu memerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil.
Dan Indonesia tidak akan menyerah!”

Saat memimpin perang, paru2 sang Jenderal hanya berfungsi satu, dan ketika Presiden Soekarno menyarankan beliau utk berstirahat, Panglima Besar Soedirman berkata :

“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itu jawaban sang Jenderal. Tidak terbayangkan begitu besarnya semangat perjuangan sang Jenderal dalam melawan musuh dan penyakit yang dideritanya.

Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan pasukannya kembali ke Yogya. Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Mereka ingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilya daripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besar disambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannya yang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwira TNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskan air mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisik Panglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampur menjadi satu.

Sempat terbersit keinginan untuk mengirim surat kepada Presiden untuk meletakkan jabatan, namun surat tersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan.
Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata:
“Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia).”


Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman ketika meminta beliau untuk datang ke Yogya melakukan perundingan -Pemerintah tdk berhasil membujuknya ke Yogya- sangat sederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yang kenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antara lain:

”Tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kita diharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny), karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh jangan menggalih (memikirkan-peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa. lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati “.

Tidak ada komentar:

I Am Who I Am