Cari Blog Ini

Senin, 29 November 2010

Pelajar Pertukaran Muslim Hadapi Tantangan di Alaska

HOMER, Alaska (Berita SuaraMedia) – Untuk empat siswa pertukaran asing, mengunjungi Homer tahun ini, tiba di Alaska mampu memberikan guncangan kebudayaan yang biasa terjadi – yang cukup jauh dari harapan, tanah dingin yang secara dramatis berbeda dari kampung halaman mereka di daerah tropis. Tipikal siswa pertukaran, mereka berhadapan dengan tantangan biasa untuk beradaptasi dengan iklim, sebuah bahasa baru dan kebiasaan yang berbeda. Mereka juga menghadapi sebuah tantangan yang siswa pertukaran lain kemungkinan tidak pernah hadapi: Mengatasi prasangka buruk tentang keyakinan mereka. Mengunjungi Homer tahun ini adalah: Salma Hamed, siswi 15 tahun dari Kairo, Mesir yang tinggal dengan Susanne dan Roy Wilson; Zumrati Ibrahim, siswi 16 tahun dari Nairobi, Kenya yang tinggal dengan Cathy Knott; Ismail "Izzy" Mohamed, siswa 17 tahun dari Aceh, Indonesia yang tinggal dengan Janet dan Pat McNary.
Mereka semua adalah Muslim, dan semuanya datang dari negara dengan banyak jumlah populasi Muslim.
Di bawah program Studi Pertukaran Pemuda (Youth Exchange Studies – YES) yang dikelola di Alaska oleh AFS-USA, para siswa dari negara-negara dengan jumlah populasi Muslim yang besar menghadiri Sekolah Menengah Atas Homer tahun ini. Program YES dimulai secara nasional pada tahun 2002 oleh Departemen Negara Biro Urusan Pendidikan dan Kebudayaan. Para siswa program YES pertama kali datang ke Anchorage tahun lalu, namun tahun ini pertama kalinya para siswa YES berada di Homer. Para siswa program YES lainnya juga mengunjungi Juneau. Untuk menerima para siswa YES, masyarakat sekitar harus setuju untuk mengambil sedikitnya tiga siswa sebagai satu kelompok.
Dalam sebuah iklim politik di mana beberapa warga Amerika menganggap semua Muslim teroris, para siswa program YES Homer sering berhadapan dengan persepsi tersebut.
"Hal besar yang mereka ingin bicarakan di sekolah menengah atas adalah teroris," kata Mohamed. "Apa yang kami lakukan adalah memastikan bahwa mereka mengerti bahwa tidak semua Muslim adalah teroris. Ini hanyalah individu tertentu ."
Tiba pada bulan Agustus, para siswa YES datang selama bulan Ramadhan. Hal tersebut saja menunjukkan sebuah masalah. Pada 11 Agustus, awal dari bulan Ramadhan, matahari terbit sekitar pukul 6 pagi dan terbenam pada pukul 10 malam di Homer – sebuah puasa selama 16 jam.
Dalam berkonsultasi dengan Imam Mohamad Bashir Arafat dari Yayasan Pertukaran dan Kerjasama Peradaban di San Fransisco, yang menasehati program, YES, Muslim Homer diperbolehkan untuk berpuasa dengan jadwal San Fransisco yang lebih masuk akal dari 6:30 pagi sampai 8:00 malam.
"Pada saat itu adalah sebuah tantangan besar, tidak hanya untuk keluarga tuan rumah, namun juga bagi siswa itu sendiri," kata Angie White dari Anchorage, coordinator YES Alaska. "Tidak hanya mereka mengalami kepenatan dari pesawat dan beradaptasi dengan sebuah budaya baru, namun mereka juga berpuasa."
Hamed menjelaskan pentingnya berpuasa.
"Ini merupakan suatu kesenangan bagi kami melakukan hal tersebut untuk Tuhan kami dan agama kami," siswi tersebut mengatakan. "Anda tidak makan dan minum dan Anda tidak merokok. Anda tidak dapat meminum obat-obatan terlarang dan alkohol dan mengunyah permen karet. Juga, berhati-hati dengan kata-kata Anda. Kata-kata mengutuk juga membatalkan puasa."
Ramadhan biasanya dihabiskan di dalam kenyamanan suasana keluarga. Pergi selama bulan Ramadhan akan sama dengan seorang Kristen yang meninggalkan rumah selama Natal, White menjelaskan.
Pekan lalu, para siswa YES/AFS-USA berbicara tentang negara mereka di Sekolah Menengah Homer sebagai bagian dari Pekan Pendidikan Internasional sekolah menengah. Pada makan siang mereka juga berbagi sebuah makanan yang dipesankan oleh Toko Roti Two Sisters. Mohamed telah memilih untuk berpuasa pada hari itu, dan bahkan tidak meminum air.
Makanan telah menjadi sebuah masalah besar untuk kedua siswa dan keluarga. Seperti halnya Yahudi, Muslim tidak makan daging babi. Sementara daging ham dan daging bacon dapat terlihat jelas, makanan lainnya terbuat dari babi tidak terlihat sejelas itu. Para siswa harus belajar tentang hal-hal seperti sosis pada pizza atau hot dog, Whtte mengatakan. Para keluarga harus berhati-hati untuk tidak memasak makanan menggunakan panci yang telah digunakan untuk mempersiapkan makanan daging babi.
Untuk mendukung satu sama lain, para siswa YES Homer melakukan banyak aktivitas berkelompok. Selama masa sekolah mereka membuat presentasi tentang kebudayaan dan negara mereka. Para siswa juga harus melakukan 10 jam kerja layanan komunitas dan merencanakan sebuah acara komunitas, White mengatakan.
"Para siswa belajar untuk berinteraksi satu sama lain," ia mengatakan. "Mereka juga memiliki semacam sistem pendukung. Semacam sebuah lingkungan asing untuk mereka."
Dalam pembicaraan sekolah menengah mereka, para siswa YES memberikan presentasi slide, setiap dari mereka bersatu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Semua datang dari kota-kota besar, dari 20 juta di Kairo sampai 100.000 di Aceh. Mereka semua berbicara hari libur panjang sekolah. Priliandini dan Ibarhim, keduanya belajar di sekolah pondok di kampung halamannya, walaupun Priliandini bisa pulang ke rumah pada akhir pekan, sementara rumah Ibarahim jauh dan pulang satu kali dalam tiga bulan. Kebiasaan beragama mereka beragam. Priliandini mengenakan jilbab, sementara Hamed tidak menutup rambutnya. Mereka semua berbicara terkadang mengenai panas yang ekstrim di negara kampung halaman mereka.
"Pada musim panas, sangat panas," Hamed mengatakan. "Udara di sana begitu panas, Anda harus menggunakan pendingin ruangan."
Hal tersebut menuntun mereka pada reaksi universal mereka tentang Alaska. Ketika ditanya hal apa yang paling aneh yang mereka telah lihat di Alaska, mereka memiliki jawaban yang sama.
"Salju,"  Mohamed mengatakan.
"Salju dan ski," Priliandini mengatakan. "Saya jatuh setiap lima detik."
"Arus mudik dan salju," kata Hamed.
"Salju dan rusa," kata Ibrahim.
Mohamed mencatatkan bahwa Swahili, bahasa yang ia gunakan dalam berbicara di Kenya, tidak memiliki kata untuk "salju".
Ketika Hamed datang ke Alaska pada bulan Agustus, ia terpesona, ia mengatakan.
"Para gadis di sini mengenakan celana pendek. Apa? Oh Tuhan? Celana Pendek?" Hamed mengatakan. "Saya mengenakan celana panjang dan begitu banyak jaket."
Kepala sekolah SMA Homer Alan Gee mengatakan bahwa pengalaman untuk memiliki para siswa YES telah menjadi hal yang bagus untuk sekolah tersebut.
"Kami memiliki sebuah kelompok beragam yang hebat," ia mengatakan. "Saya npikir mereka telah menantang beberapa persepsi dari para siswa kami – dan mungkin para staf juga – dalam menjelaskan tentang agama mereka, kebiasaan mereka."
"Saya pikir begitu banyak dari mereka benar-benar mengalami sebuah pengalaman yang bagus," White mengatakan tentang para siswa YES. "Sebagian besar dari mereka benar-benar terkejut bahwa mereka datang ke Alaska. Sebagian besar dari mereka nampaknya cukup bersemangat tentang hal tersebut."

Tidak ada komentar:

I Am Who I Am